Question?

(+62) 81 2662 4587

Learning Human Capital Proudly Present Webinar

Mengundang Ibu Jelita Widuri Yati dari PT MRT Jakarta untuk berbagi mengenai strategi remunerasi perusahaan induk-anak untuk mencapai sinergitas.

Webinar LHC#1

Register di bit.ly/lhcsakura

Tuesday, June 25, 2019

Strategi... lain lubuk lain ikannya


Lain lubuk lain ikannya, lain ladang lain ilalang...
Lain organisasi lain strategi...

Peribahasa tersebut sangat cocok menggambarkan pikiran dasar dalam manajemen strategi. Tidak ada strategi universal dalam industri. Semua serba relatif. 

Strategi adalah perencanaan untuk mencapai tujuan tertentu

Dalam dunia bisnis ada berbagai macam industri. Beberapa sumber membagi lagi jenis-jenis industri tersebut seperti perspektif manufaktur/non manufaktur, barang/jasa, kreatif/non, atau sesuai klasifikasi pemerintah dengan berbagai macam perspektif untuk membaginya. Pada dasarnya ahli-ahli strategi di organisasi sudah sangat paham tentang industri-industri bidang yang mereka kuasai dan bagaimana memformulasikan strategi itu sendiri. Namun bagaimana yang masih belum? mari kita lihat.

Secara harfiah strategi itu adalah perencanaan untuk mencapai tujuan tertentu (target), se-sederhana dan semudah itu kelihatannya bukan? Memang semudah itu jika target sudah ditetapkan, tinggal memilih, menguji dan meyakini strategi saja kedepannya.

Target datang dari mana?

Lalu target datang darimana? Target apa dulu?

Jika dilihat dari perspektif organisasi, target organisasi (perusahaan) datang dari beragam sumber. Single standing company, dapat merujuk target pada wide market growth, historikal data tahun-tahun sebelumnya, atau paling akhir adalah cita-cita ideal si pemilik perusahaan. Bedanya lagi perusahaan yang ber-holding umumnya sudah di-set oleh holding untuk mengejar target tertentu oleh induknya. Sisanya tinggal merumuskan cara-cara internal anak holding dalam mengejar target tersebut. Cara-cara inilah yang sering juga disebut dengan strategi, atau jika ingin di spesifik-kan, sah-sah saja jika disebut internal strategy.

Bagaimana dengan perusahaan-perusahaan seperti BUMN dan BUMD? Layaknya holding, jika BUMN berinduk ke Negara, BUMD akan berinduk ke Pemda Daerah setempat. Jadi target biasanya sudah terberi oleh induk-induk masing-masing.

Strategi membuat target, Strategi mencapai target, itu beda.

Strategi membuat target melibatkan pengetahuan akan kondisi eksternal perusahaan disamping kondisi internal kemampuan perusahaan. Memadupadankan dua hal tersebut akan membuat target menjadi target yang memang memiliki possibility untuk tercapai. Sederhananya, bukan menjadi target mimpi yang implikasinya nanti mungkin saja setiap bulan diutak-atik.

Sementara itu strategi mencapai target sebaliknya. Lebih banyak melibatkan pengetahuan akan kondisi internal perusahan disamping kondisi eksternal perusahaan. Makanya sering kita lihat dalam proses setting target, menggunakan tools (alat bantu) yang berbeda dengan saat membuat rencana usaha pencapaian target.

Proses setting target umumnya menggunakan alat bantu strategi bisnis. Yang paling umum dipakai adalah five forces-nya Michael Porter untuk melakukan analisa strategi pada industri, selain itu dapat dibantu juga dengan SWOT analysis. Sepintas kita akan langsung paham bahwa dimensi-dimensia five forces-nya memang tidak dibuat untuk memenuhi kebutuhan strategi manajemen dalam mengejar target dikarenakan ada tool yang lain untuk kepentingan itu, salah satunya adalah Balanced Scorecard (BSC). Dalam pandangan kami, BSC bekerja setelah target utama ter-atas ditentukan terlebih dahulu, yaitu target pada perspektif finansial. Tanpa adanya target pada perspektif finansial tersebut, BSC tidak dapat diturunkan secara ideal menjadi strategi manajemen dalam mencapai target.

Dari dasar pemikiran tersebut maka kami mengajukan bahwa lain lubuk lain ikannya, lain target lain strategi, lain organisasi lain pula strateginya. Dikarenakan kondisi setiap organisasi berbeda, maka tidak dapat dipaksakan strategi yang dulu pernah berhasil di perusahaan/organisasi sebelumnya serta merta akan mulus dan berhasil jika diterapkan pada perusahaan yang lain.

Strategi membuat target melibatkan lebih banyak knowledge kondisi eksternal perusahaan, dimana strategi mencapai target sebaliknya

Fawzan Yahya Patria - Consultant
Learning Human Capital
Share:

Wednesday, June 19, 2019

Tidak Perlu Pelit Beri Lemburan

Image result for lembur karyawan

Semalam dapat curhat tentang leadership dan managerial dan jadi punya ide bikin catatan kecil.

Ini menjadi pelajaran dan pengingat untuk saya juga seiring bertambahnya usia, kematangan dan pengalaman. Leading people itu tidak seperti leading mesin mesin produksi dengan pendekatan mekanik. Semua pasti setuju kalimat penggugah ini. Tapi apakah semua mampu mengimplementasikannya secara manusiawi atau mekanikal?

Seorang sahabat saya menceritakan bahwa suatu waktu dirinya ditegur oleh manager di tempat dia bekerja "Jangan terlalu pelit beri lembur ke anak buah"

Jangan terlalu pelit beri lembur ke anak buah

Mungkin bertahun-tahun yang lalu saya akan langsung memberi tambahan bahwa "lembur harus diberikan sesuai kebutuhan, sesuai kepentingan pekerjaan agar biaya lembur tidak memberatkan perusahaan". Tapi mari kita coba pandangan lain untuk balancing pendapat tersebut.

Lembur terjadi apabila dianggap adanya kebutuhan untuk menyelesaikan pekerjaan yang mendesak. Urusan lembur melembur ini diatur oleh perundangan di Republik Indonesia bahkan. Lembur tidak dapat dipaksakan, dan musti melalui kesepakatan karena lembur pada dasarnya adalah pelanggaran dari perjanjian kerja yang umumnya delapan atau tujuh jam dalam satu hari.

Akan tetapi, lembur juga berarti uang bagi anak buah yang masih berhak mendapatkan pembayaran lembur di perusahaan. Bagi mereka, menurut pengalaman saya, lembur adalah berkah untuk menambah pundi-pundi mereka setiap bulan untuk memenuhi atau sedikit melebihi kebutuhan hidup mereka dan/atau keluarga yang ditanggungnya.

tidak secara jomplang "menolak" memberikan lembur anak buah, tapi juga tidak secara boros dan serampangan memberikan lembur tanpa hasil yang bisa dinikmati bersama

Ada dua tarik menarik kepentingan dalam urusan lembur ini. Tapi kembali ke case sahabat saya, begini offering yang saya berikan.

Pertama, berangkat dari leading people itu tidak bisa menggunakan model mekanik yang kaku. 

Kedua, melihat latar belakang dan kebiasaan di perusahaan juga butuh diperhatikan seorang leader. Leader yang compliance itu baik, tapi lebih baik lagi leader yang paham situasi dan mau bersabar dalam situasi yang tidak nyaman untuk dirinya. Kebiasaan memberikan lembur pada anak buah belum tentu dikatakan hal yang tidak baik, tergantung kacamata melihat dari sudut mana. Dalam environment yang terbiasa dengan pemberian lembur, maka sebaiknya leader mempertimbangkan untuk sedikitnya masuk dalam situasi dengan tetap menjaga kepatutan. Artinya, tidak secara jomplang "menolak" memberikan lembur anak buah, tapi juga tidak secara boros dan serampangan memberikan lembur tanpa hasil yang bisa dinikmati bersama. Environment dimana para staf di unit lain sering mendapat/ditugaskan lembur oleh atasannya dan mendapat kompensasi atas itu, sedikit banyak akan menjadi tolok ukur bagi staf di unit leader lain yang merasa kurang dari sisi penghasilan bulanan yang mereka terima.

Ketiga, memberikan sedikit tambahan uang melalui lembur kepada anak buah, dalam realitanya membuat anak buah happy dan menganggap leader memperhatikan kebutuhan mereka akan rupiah yang akan mereka dapatkan dari lemburan. Ingat, konsep leader ideal hanya bisa tercapai apabila anak buah dalam kondisi perut cukup terisi. Melebihkan sedikit lembur untuk mengisi kantong anak buah, juga bisa dilihat efek positif nya yaitu mendekatkan anak buah pada atasan, menciptakan hubungan mutualisme (dapat dibayangkan apabila di satu perusahaan environment lemburan kuat, lalu ada 1 leader yang amat pelit memberikan lemburan dengan alasan tidak penting, tidak perlu atau tidak produktif, menurut pengalaman maka besar kemungkinan anak buah muncul sikap-sikap non-mutualisme dengan leadernya)

Lemburan di satu sisi memang musti diperhitungkan kepatutannya dengan baik, walau di sisi lain dapat menjadi salah satu tools untuk menjalin hubungan mutualisme antara atasan dan bawahan. Namun tetap diingat dalam pemberian perintah lembur, leader pun musti inovatif sehingga sedikit banyak lemburan memiliki nilai guna.

Disclaimer
Tulisan ini dibuat dengan kondisi ceteris paribus dimana faktor lain selain leadership dianggap tidak ada atau normal. Urusan lemburan erat kaitannya dengan produktifitas dan beban finansial perusahaan. Oleh karena itu, diskusikan dengan HR dan unit Finance perusahaan anda untuk mencari tahu seberapa mampu perusahaan menanggung beban lembur pada periode berjalan sebelum anda mengambil keputusan.
Share: